Rumah Tangga
Hak-Hak Isteri Atas Suami
Akan tetapi tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah Rasululah Shaallallahu 'alaihi wa sallam sampai beliau mengulangi perintah tersebut tiga kali. Ketika beliau melihat tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah tersebut, beliau masuk menemui Ummu Salamah Radhiyallahu anha kemudian menceritakan apa yang telah terjadi. Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka melakukan perintahmu? Keluarlah dan jangan berkata apa-apa dengan seorang pun sampai engkau menyembelih binatang kurbanmu dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.” Maka beliau keluar dan tidak mengajak bicara seorang pun sampai beliau melakukan apa yang dikatakan oleh isterinya. Maka tatkala para Sahabat melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah, mereka bergegas untuk menyembelih hewan-hewan kurban, mereka saling mencukur rambut satu sama lain, sampai-sampai hampir saja sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya. Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kebaikan yang banyak bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melalui pendapat isterinya yang bernama Ummu Salamah. Sangat berbeda dengan contoh-contoh kezhaliman yang dilakukan oleh sebagian orang, serta slogan-slogan yang melarang keras bermusyawarah dengan isteri.
Hak-Hak Suami Atas Isteri
Perhatikanlah wahai wanita muslimah, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan ketaatan kepada suami termasuk syarat masuk Surga seperti halnya shalat dan puasa. Maka dari itu taatlah kepada suami dan janganlah engkau mendurhakainya, karena di balik kedurhakaan isteri kepada suami terdapat kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Dan Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur, lalu ia menolaknya kecuali Yang ada di langit murka kepadanya hingga suaminya ridha kepadanya.”. Maka kewajibanmu sebagai seorang isteri wahai para wanita muslimah adalah untuk selalu mendengar dan taat terhadap setiap perintah suami selama tidak menyelisihi syari’at. Akan tetapi berhati-hatilah, jangan sampai engkau berlebih-lebihan dalam mentaati perintah suami sehingga mau mentaatinya dalam kemaksiatan. Karena sesungguhnya jika melakukan hal tersebut, maka engkau telah berdosa. Sebagai contoh: apabila engkau mentaati perintahnya agar menghilangkan alis mata wajahmu untuk memperindah diri di hadapannya.
Perselisihan Rumah Tangga
Hampir tidak ada rumah tangga yang selamat dari berbagai macam problematika dan perselisihan, akan tetapi permasalahan dan perselisihan tersebut berbeda bentuk dan jenisnya. Islam menganjurkan bagi suami isteri agar dapat mengobati dan menyelesaikan segala macam bentuk persoalan yang terjadi di antara mereka berdua. Dan Islam juga telah menunjukkan kepada setiap dari keduanya langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut. Sebagaimana Islam juga menganjurkan mereka ber-dua agar dengan segera mengobatinya tatkala nampak benih-benih perselisihan. Allah Ta’ala berfirman : "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka." Kemudian Allah juga berfirman : "Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka." Metode yang diajarkan oleh Islam ialah jangan sampai kita menunggu bertindak sampai datangnya kedurhakaan dan berkibarnya bendera kemaksiatan, jatuhnya wibawa kepemimpinan seorang suami serta terpecahnya suami isteri menjadi dua kubu yang bermusuhan.
Apa Yang Harus Dilakukan Jika Konflik Antara Suami Isteri Semakin Memanas?
erjadi dalam keluarga begitu saja, sebagaimana Islam juga tidak menganjurkan kita untuk segera memutuskan akad pernikahan dan melepaskan ikatan keluarga yang di dalamnya ada anggota keluarga lain yang tidak berdosa. Ikatan keluarga memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam, karena memiliki peran yang penting dalam pembangunan masyarakat dan generasi yang akan melanjutkannya. Apabila ditakutkan akan terjadi perpecahan, maka dengan segera langkah yang terakhir ini harus ditempuh, yaitu dengan mengirimkan seorang hakam (juru damai) dari kedua belah pihak. Kemudian keduanya berkumpul dalam suasana tenang, jauh dari emosi dan rasa benci yang akan dapat memperkeruh kejernihan hubungan antara suami isteri. Keduanya harus jauh dari pengaruh-pengaruh jelek karena akan dapat memperkeruh permasalahan. Sebaliknya, pertemuan mereka seharusnya didorong oleh rasa kasih sayang terhadap anak-anak dan berlepas diri dari keinginan memenangkan salah satu pihak, akan tetapi didasari atas keinginan terwujudnya kembali keharmonisan keluarga yang terancam kehancuran.
Talak (Perceraian)
Sebagaimana telah kita pahami dari keterangan yang telah lalu, bahwasanya Islam sangat menginginkan terwujudnya keluarga muslim yang harmonis dan penuh dengan kebahagiaan dan kita juga telah mengerti beberapa tindakan solusi yang telah diajarkan Islam dalam rangka menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara suami dan isteri. Akan tetapi bisa jadi usaha untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak berhasil dikarenakan persengketaan dan permusuhan antara keduanya sudah terlampau panas. Dalam keadaan seperti ini seseorang dituntut untuk menggunakan tindakan lain yang lebih kuat, yaitu talak. Orang yang memperhatikan hukum-hukum yang berhubungan dengan talak, ia akan paham bahwa sebenarnya Islam sangatlah menginginkan terjaganya keutuhan rumah tangga dan keabadian jalinan kasih antara suami isteri. Sebagai bukti akan hal itu, bahwa Islam tidak menjadikan talak hanya satu kali, di mana tatkala perceraian telah dilakukan, maka tidak ada lagi hubungan antara suami isteri serta tidak boleh bagi keduanya untuk menyambung kembali. Akan tetapi dalam syari’at dibolehkannya talak, Islam telah menjadikannya lebih dari satu kali. Allah berfirman: "Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik
Al-Khulu’ (Minta Cerai)
Khulu’ secara bahasa diambil dari kata Khala’a ats-tsauba yang artinya melepaskan baju. Karena pada hakikatnya isteri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian bagi isteri. Allah Ta’ala berfirman: "Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." Sedangkan menurut para ulama fiqih, khulu’ adalah talak yang dilakukan oleh suami kepada isterinya dengan tebusan harta yang ia ambil dari isteri. Disebut juga sebagai fidyah dan iftida. Apabila konflik yang terjadi antara suami dan isteri semakin memanas dan tidak mungkin untuk disatukan kembali sementara sang isteri ingin berpisah dari suaminya, maka boleh baginya untuk menebus dirinya dengan membayar sejumlah harta kepada suami sebagai ganti atas mudharat yang timbul dari perceraiannya. Allah Ta’ala berfirman: "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri utuk menebus dirinya."
‘Iddah
Sedangkan seorang isteri yang diceraikan oleh suaminya sebelum dicampuri, maka ia tidak mempunyai ‘iddah, karena firman Allah Ta’ala: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi wanita-wanita yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya." Dan isteri yang ditalak setelah dicampuri, jika dalam keadaan hamil, maka ‘iddahnya adalah dengan melahirkan, sebagaimana firman-Nya:"Dan wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." Dari az-Zubair bin al-‘Awwam Radhiyallahu anhu bahwasanya ia memiliki seorang isteri yang bernama Ummu Kultsum binti ‘Uqbah, ia berkata kepada suaminya dalam keadaan hamil: “Berbuat baiklah kepada diriku dengan mantalakku satu talak, maka Zubair mengabulkannya. Kemudian ia keluar untuk shalat, tatkala kembali ke rumah ia mendapati isterinya telah melahirkan. Lalu ia berkata, ‘Kenapa isteriku menipuku, semoga Allah membalasnya?!’ Kemudian Zubair mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut. Beliau bersabda, ‘Al-Kitab telah lebih dahulu menghukumi hal ini, maka lamarlah kembali.’”
Semoga bermanfaat ^^ Wassalamu'alaikum . .
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkomentar, semoga Allah selalu memberi anda yg terbaik ^^