Bulan Rajab


Keutamaan-keutamaan Bulan Rajab dalam Timbangan

Allah memberikan keutamaan kepada hari, malam dan bulan atas yang lainnya, menurut hikmah-Nya yang sangat menakjubkan, agar hamba bersungguh-sungguh di jalan-jalan kebaikan dan memperbanyak amal-amal kebaikan. Akan tetapi golongan syetan dari bangsa jin dan manusia selalu berusaha untuk menghalangi manusia dari jalan yang lurus, untuk menghalangi di antara mereka dan kebaikan. Maka syetan-syetan itu menghiasi kepada sebagian manusia bahwa musim-musim kebaikan dan rahmat itu adalah saat yang tepat untuk bermainmain dan beristirahat, serta kesempatan untuk mengecap kenikmatan.

Syetan-syetan itu selalu menggoda manusia untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan bid'ah di musim-musim tertentu, yang Allah tidak pernah menurunkan hujjah atasnya. Sama saja mereka termasuk orang yang memiliki niat baik akan tetapi bodoh terhadap hukum-hukum agama, atau orang-orang yang mempunyai kepentingan tertentu, yang khawatir kehilangan posisi mereka.

 Hasan bin 'Athiyah berkata, 'Tidaklah suatu kaum melakukan bid'ah dalam urusan agama, melainkan Allah mengambil dari sunnah mereka seumpamanya dan tidak mengembalikannya kepada mereka hingga hari kiamat.

 Bahkan Ayyub as-Sakhtiyani berkata, 'Tidak bertambah pelaku bid'ah dalam berijtihad melainkan ia bertambah jauh dari Allah.' Barangkali di antara musim-musim bid'ah yang dominan adalah: yang dilakukan oleh sebagian ahli ibadah di banyak negara di bulan Rajab. Dan karena alasan inilah, maka artikel ini akan membahas perbuatan sebagian kaum muslimin di bulan ini, dan memaparkannya nash-nash syari'at dan perkataan para ulama, sebagai nasehat terhadap umat dan mengingatkan mereka. Semoga hal itu menjadi petunjuk bagi hati, membuka mata dan telinga yang telah tenggelam di dalam kegelapan bid'ah dan kebodohan.

Apakah bulan Rajab mempunyai kelebihan terhadap bulanbulan yang lain?

 Ibnu Hajar berkata, 'Tidak ada riwayat shahih dalam keutamaan bulan Rajab, tidak pula pada puasanya, tidak pula berpuasa secara tertentu padanya, tidak pula melaksanakan shalat di malam tertentu padanya, yang bisa dijadikan hujjah. Dan telah mendahului saya untuk memastikan hal itu Imam Abu Ismail al-Harawi al-Hafizh. Kami meriwayatkannya darinya dengan isnad yang shahih, demikian pula kami meriwayatkannya dari yang lainnya. Dan ia berkata pula, 'Adapun hadits yang diriwayatkan tentang keutamaan bulan Rajab, atau keutamaan puasanya, atau puasa sebagian darinya secara nyata, maka ia terbagi dua: dha'if (lemah) dan maudhu' (palsu). Dan kami memaparkan yang dha'if dan kami isyaratkan kepada yang maudhu' yang bisa dipahami. Dan ia mulai memaparkannya.



Shalat Ragha`ib:

Pertama 1
tata caranya:

Tata caranya disebutkan dalam hadits maudhu' (palsu), dari Anas , dari Nabi , sesungguhnya beliau bersabda, 'Tidak ada seseorang yang puasa di hari Kamis (hari Kamis di bulan Rajab), kemudian shalat di antara shalat Isya dan 'atamah –maksudnya malam Jum'at shalat dua belas (12) rekaat. Membaca surat al-Fatihah satu kali dan surat al-Qadar tiga (3) kali
dan surah al-Ikhlas dua belas (12) kali, memisahkan di antara dua rekaat dengan satu kali salam.

Apabila ia selesai dari shalatnya, ia membaca shalawat kepadaku sebanyak tujuh puluh (70) kali. Ia membaca di dalam sujudnya sebanyak tujuh puluh (70) kali ( سبوح قدوس رب الملائكة والروح ), kemudian ia mengangkap kepalanya dan membaca tujuh puluh (70) kali
( رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم، إنك أنت العزیز الأغظم ) kemudian ia sujud yang kedua, lalu ia membaca seperti yang dibacanya di sujud pertama. Kemudian ia meminta kebutuhannya
kepada Allah maka sesungguhnya ia dikabulkan. Rasulullah bersabda, 'Demi Zat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada seorang hamba –laki-laki dan perempuan- yang melakukan
shalat ini, melainkan Allah mengampuni semua dosanya, sekalipun sebanyak buih di laut, setimbang gunung, dan daun pepohonan, dan ia memberi syafaat di hari kiamat pada tujuh
ratus (700) dari keluarganya yang sudah pasti masuk neraka.

Kedua:
perkataan para ulama tentang hal ini:

An-Nawawi berkata: ia adalah bid'ah yang keji yang sangat munkar, mengandung segala kemungkaran. Maka wajib meninggalkannya dan berpaling darinya, serta mengingkari
pelakunya. Ibnu an-Nahhas berkata, 'Ia adalah bid'ah, hadits tentang
hal itu adalah maudhu' (palsu) berdasarkan kesepakatan para ahli hadits.' Ibnu Tamiyah berkata: 'Adapun shalat ragha`ib, maka tidak ada dasarnya. Bahkan ia adalah bid'ah, tidak disunnahkan, tidak secara berjamaah dan tidak pula secara sendiri-sendiri.'
Dan diriwayatkan dalam shahih Muslim, sesungguhnya Nabi melarang menentukan shalat khusus di malam Jum'at atau berpuasa khusus di hari Jum'at.' Dan riwayat yang disebutkan
dalam hal itu adalah dusta lagi palsu, dengan kesepakatan para ulama hadits. Dan tidak ada seorang salaf dan para imam yang menyebutkan hal itu.

Dan sesungguhnya ath-Thurthusi menjelaskan permulaan maudhu'nya. Ia berkata, 'Abu Muhammad al-Maqdisi telah menceritakan kepadaku. Ia berkata, 'Tidak pernah ada di sisi
kami di Baitul Maqdis yang dinamakan shalat ragha`ib, yang dilaksanakan di bulan Rajab dan Sya'ban. Dan pertama kali terjadi di sisi kami yaitu pada tahun empat ratus empat puluh
delapan (448 H.) Ada seorang laki-laki yang datang kepada kami di Baitul Maqdis dari Nablus, yang dikenal dengan nama Ibnu Abi al-Hamra. Ia baik bacaan. Ia berdiri melaksanakan shalat
di malam nishfu Sya'ban…hingga ia berkata: Adapun shalat di bulan Rajab, maka tidak pernah terjadi di sisi kami di Baitul Maqdis kecuali setelah tahun empat ratus delapan puluh (480
H.), dam kami tidak pernah melihat dan mendengarnya sebelumnya.
Ibnu al-Jauzi dalam 'al-Maudhu'aat', al-Hafizh abul-Khaththab, dan Abu Syamah memastikan maudhu' haditsnya. Sebagaimana Ibnu al-Haaj dan Ibnu Rajab memastikan bid'ahnya. Dan disebutkan hal itu dari Abu Ismail al-Anshari, Abu Bakar as-Sam'ani, dan Abu al-Fadhl bin Nashir dan yang lainnya.


Ketiga:
Hukum shalatnya untuk menarik simpati kalangan awam:

Abu Syamah berkata, 'Berapa banyak imam yang berkata kepadaku: sesungguhnya ia tidak melaksanakan shalat kecuali untuk memelihara simpati kalangan awam terhadap, dan berpegang dengan masjidnya, karena takut diambil darinya. Kalau hal ini
yang melatar belakangi perbuatannya, berarti ia melaksanakan shalat tanpa niat yang benar dan menghinakan diri berdiri di hadapan Allah. Jikalau tidak ada di dalam bid'ah ini selain
alasan ini niscaya sudah cukup. Dan setiap orang yang percaya dengan shalat ini, atau menganggapnya baik, maka ia menjadi penyebab dalam hal itu, menipu kalangan awam dengan keyakinan mereka darinya, dan berdusta terhadap syara' dengan sebabnya.
Wallahul-muwaffiq.
Sesungguhnya para pemuka agama dari kalangan Ahli Kitab menolak masuk Islam karena takut kehilangan jabatan mereka, dan kepada mereka turun ayat:

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya:"Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah:79)



to be continued ^^

Komentar

Postingan Populer