QURBAN dalam FIQIH
dakwatuna.com - Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika putra-putra nabi Adam AS diperintahkan berqurban. Maka Allah SWT menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah SWT berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ
إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ
يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا
يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari
salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang
lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).
Qurban
lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim
AS, saat beliau diperintahkan Allah SWT untuk mengurbankan anaknya,
Ismail AS. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102: “Maka tatkala anak
itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban
ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar
dan ibadah kepada Allah SWT sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan.
Disyariatkannya Qurban
Disyariatkannya
qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah SWT, bentuk
ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan
Allah SWT kepada hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan
dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari
dua sisi.
Pertama,
bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas
hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama
muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas
nikmat Allah SWT kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat
yang dianjurkan dalam Islam:
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS Ad-Dhuhaa 11).
Kedua,
sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah SWT.
Allah menciptakan binatang ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan
bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang
ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini
merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT.
Berqurban
merupakan ibadah yang paling dicintai Allah SWT di hari Nahr,
sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah RA.
bahwa Nabi SAW bersabda:
“Tidaklah
anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi
menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat
dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat
sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka
perbaikilah jiwa dengan berqurban”.
Definisi Qurban
Kata
qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan
diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai
sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah
Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian,
yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing
yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu
binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat
mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu
(Syarh Minhaj).
Hukum Qurban
Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah SWT berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ2
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).
Rasulullah SAW bersabda:
من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا
“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain: “Jika
kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian
hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).
Bagi
seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan,
dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut
pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama
dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.
Binatang yang Boleh Diqurbankan
Adapun
binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak
(Al-An’aam), unta, sapi dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan
binatang selain itu seperti burung, ayam dll tidak boleh dijadikan
binatang qurban. Allah SWT berfirman:
“Dan
bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34).
Kambing
untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah SAW
menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu
lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan
untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan
hadits Rasulullah SAW:
عن جابرٍ بن عبد الله قال: نحرنا مع رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وسَلَّم بالحُديبيةِ البدنةَ عن سبعةٍ والبقرةَ عن سبعةٍ
Dari
Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah SAW di
tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).
Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh cacat. Rasulullah SAW bersabda:
“Empat
macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2.
sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi “ (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits lain:
“Janganlah
kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah
ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1
tahun lebih) dari domba.” (HR Muslim).
Musinnah
adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan
kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan
berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah SAW
berqurban dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih
enak dan lebih gemuk.
Pembagian Daging Qurban
Orang yang berqurban boleh makan sebagian daging qurban, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan
telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi`ar
Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah
olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan
telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah
sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu
bersyukur” (QS Al-Hajj 36).
Hadits Rasulullah SAW:
“Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya” (HR Ahmad).
Bahkan
dalam hal pembagian disunnahkan dibagi tiga. Sepertiga untuk dimakan
dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk tetangga dan teman, sepertiga
yang lainnya untuk fakir miskin dan orang yang minta-minta. Disebutkan
dalam hadits dari Ibnu Abbas menerangkan qurban Rasulullah
SAW bersabda:
“Sepertiga
untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para tetangga
yang fakir miskin dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang
meminta-minta” (HR Abu Musa Al-Asfahani).
Tetapi
orang yang berkurban karena nadzar, maka menurut mazhab Hanafi dan
Syafi’i, orang tersebut tidak boleh makan daging qurban sedikitpun dan
tidak boleh memanfaatkannya.
Waktu Penyembelihan Qurban
Waktu
penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu
Raya ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan shalat
‘Idul Adha bagi yang melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak
melaksanakan shalat ‘Idul Adha seperti jamaah haji dapat dilakukan
setelah terbit matahari di hari Nahr. Adapun hari penyembelihan menurut
Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa
hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan dua hari
Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari. Pendapat ini
mengambil alasan bahwa Umar RA, Ali RA, Abu Hurairah RA, Anas RA, Ibnu
Abbas dan Ibnu Umar RA mengabarkan bahwa hari-hari penyembelihan adalah
tiga hari. Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin hasil
ijtihad mereka sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah SAW
(Mughni Ibnu Qudamah 11/114).
Sedangkan
mazhab Syafi’i dan sebagian mazhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu
Taimiyah berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya
‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai
tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana
disebutkan Rasulullah SAW:
“Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan”
(HR Ahmad dan Ibnu Hibban). Berkata Al-Haitsami:” Hadits ini para
perawinya kuat”. Dengan adanya hadits shahih ini, maka pendapat yang
kuat adalah pendapat mazhab Syafi’i.
Tata Cara Penyembelihan Qurban
Berqurban
sebagaimana definisi di atas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga
menurut jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan
memberikan uangnya saja kepada fakir miskin seharga hewan qurban
tersebut, tanpa ada penyembelihan hewan qurban. Karena maksud berqurban
adalah adanya penyembelihan hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan
kepada fakir miskin. Dan menurut jumhur ulama yaitu mazhab Imam Malik,
Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih kambing jauh lebih
utama dari sedekah dengan nilainya. Dan jika berqurban dibolehkan
dengan membayar harganya akan berdampak pada hilangnya ibadah qurban
yang disyariatkan Islam tersebut. Adapun jika seseorang berqurban,
sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan ditempat lain,
maka itu adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban,
jika tidak bisa menyembelih sendiri diutamakan untuk menyaksikan
penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas RA:
“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.
Ketika
seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah:
“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya),
sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW:
“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Bacaan boleh ditambah sebagaimana Rasulullah SAW memerintahkan pada Fatimah AS:
“Wahai
Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena
sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal
tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah
(qurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku
termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Berqurban dengan Cara Patungan
Qurban dengan cara patungan, disebutkan dalam hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari:
“Seseorang
di masa Rasulullah SAW berqurban dengan satu kambing untuk dirinya dan
keluarganya. Mereka semua makan, sehingga manusia membanggakannya dan
melakukan apa yang ia lakukan” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Berkata Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma’ad:
“Di
antara sunnah Rasulullah SAW bahwa qurban kambing boleh untuk seorang
dan keluarganya walaupun jumlah mereka banyak sebagaimana hadits Atha
bin Yasar dari Abu Ayyub Al-Anshari. Disebutkan dalam hadits Rasulullah
SAW.
عن أبي الأسود السلمي، عن أبيه، عن جده قال: كنت سابع سبعة مع رسول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- في سفره، فأدركنا الأضحى. فأمرنا رسول الله -صلَّى الله عليه وسلم-، فجمع كل رجل منا درهما، فاشترينا أضحية بسبعة دراهم. وقلنا: يا رسول الله، لقد غلينا بها. فقال: (إن أفضل الضحايا أغلاها، وأسمنها) قال: ثم أمرنا رسول الله -صلَّى الله عليه وسلم-، فأخذ رجل برِجل، ورجل برِجل، ورجل بيد، ورجل بيد، ورجل بقرن، ورجل بقرن، وذبح السابع، وكبروا عليها جميعا.
Dari
Abul Aswad As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata: Saat itu
kami bertujuh bersama Rasulullah saw, dalam suatu safar, dan kami
mendapati hari Raya ‘Idul Adha. Maka Rasulullah SAW memerintahkan kami
untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham. Kemudian kami membeli
kambing seharga 7 dirham. Kami berkata:” Wahai Rasulullah SAW harganya
mahal bagi kami”. Rasulullah SAW bersabda:” Sesungguhnya yang paling
utama dari qurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk”. Kemudian
Rasulullah SAW memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang 4
kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami
semuanya bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim).
Dan
berkata Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah
mengemukakan hadits tersebut: “Mereka diposisikan sebagai satu keluarga
dalam bolehnya menyembelih satu kambing bagi mereka. Karena mereka
adalah sahabat akrab. Oleh karena itu sebagai sebuah pembelajaran dapat
saja beberapa orang membeli seekor kambing kemudian disembelih.
Sebagaimana anak-anak sekolah dengan dikoordinir oleh sekolahnya membeli
hewan qurban kambing atau sapi kemudian diqurbankan. Dalam hadits lain
diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas, datang pada Rasulullah SAW
seorang lelaki dan berkata:
“Saya
berkewajiban qurban unta, sedang saya dalam keadaan sulit dan tidak
mampu membelinya”. Maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk membeli tujuh
ekor kambing kemudian disembelih”.
Hukum Menjual Bagian Qurban
Orang
yang berqurban tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang terkait
dengan hewan qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang
menyebabkan hilangnya manfaat barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan
hukumnya makruh mendekati haram, sesuai dengan hadits:
“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban” (HR Hakim dan Baihaqi).
Kecuali
dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka dibolehkan.
Menurut mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya
disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang
bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.
Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban
Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali RA:
“Rasulullah
SAW memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta) dan membagikan
kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku untuk tidak memberi
tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami memberi dari uang kami” (HR Bukhari).
Hukum Berqurban Atas Nama Orang yang Meninggal
Berqurban
atas nama orang yang meninggal jika orang yang meninggal tersebut
berwasiat atau wakaf, maka para ulama sepakat membolehkan. Jika dalam
bentuk nadzar, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika
tanpa wasiat dan keluarganya ingin melakukan dengan hartanya sendiri,
maka menurut jumhur ulama seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali
membolehkannya. Sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau
menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk
orang yang belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum berqurban
berarti yang masih hidup dan yang sudah mati. Sedangkan mazhab Syafi’i
tidak membolehkannya. Anehnya, mayoritas umat Islam di Indonesia
mengikuti pendapat jumhur ulama, padahal mereka mengaku pengikut mazhab
Syafi’i.
Kategori Penyembelihan
Amal
yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat
bagian. Pertama, hadyu; kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan di atas;
ketiga, aqiqah; keempat, penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang
ternak yang disembelih di Tanah Haram di hari-hari Nahr karena
melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau meninggalkan di antara
kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik dalam haji atau
umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri kepada Allah SWT sebagai
ibadah sunnah. Aqiqah adalah kambing yang disembelih terkait dengan
kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Allah. Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu
ekor.
Sedangkan
selain bentuk ibadah di atas, masuk ke dalam penyembelihan biasa untuk
dimakan, disedekahkan atau untuk dijual, seperti seorang yang melakukan
akad nikah. Kemudian dirayakan dengan walimah menyembelih kambing.
Seorang yang sukses dalam pendidikan atau karirnya kemudian menyembelih
binatang sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dll. Jika terjadi
penyembelihan binatang ternak dikaitkan dengan waktu tertentu, upacara
tertentu dan keyakinan tertentu maka dapat digolongkan pada hal yang
bid’ah, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Apalagi jika
penyembelihan itu tujuannya untuk syetan atau Tuhan selain Allah maka
ini adalah jelas-jelas sebuah bentuk kemusyrikan.
Penutup
Sesuatu
yang perlu diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban
(udhiyah), qurban (taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya
memiliki titik persamaan dan perbedaan. Qurban (taqarrub), yaitu upaya
seorang muslim melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan amal ibadah
baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya
Allah berfirman (dalam hadits Qudsi): “Siapa yang memerangi kekasih-Ku,
niscaya aku telah umumkan perang padanya. Tidaklah seorang hamba
mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub) dengan sesuatu yang paling Aku
cintai, dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan jika hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya.
Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya dimana ia
mendengar, menjadi penglihatannya dimana ia melihat, tangannya dimana ia
memukul dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta, niscaya Aku
beri dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi” (HR Bukhari).
Berqurban
(udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan
mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak.
Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang sudah ditentukan.
Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas yaitu
berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam.
Dalam suasana dimana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah
banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus
menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan
karena mereka menjauhi Allah SWT dan menjauhi ajaran-Nya? Yang pasti,
musibah ini harus lebih mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub
ilallah). Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan yang
tidak tertimpa musibah banjir ini dituntut untuk memberikan
kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka
yang terkena musibah. Dan di antara bentuk pendekatan diri kepada Allah
dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi
dan kambing pada hari Raya ‘Idul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah
menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih penting
lagi menyelamatkan kita dari api neraka.
Semoga bermanfaat bagi anda ^^
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkomentar, semoga Allah selalu memberi anda yg terbaik ^^