PUASA 'ASYURA



Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya. Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat. Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini.


Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Bersyukur atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, Nabi Musa ‘alaihissalam akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wassalam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah beliau bersabda,
فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ
“Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi)”.
Yang demikian karena pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sampai di Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah berpuasa pada hari ini, maka beliau sampaikan sabdanya sebagaimana di atas. Semenjak itu beliau Shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan ummatnya untuk berpuasa, sehingga jadilah puasa ‘Asyura diantara ibadah yang disukai di dalam Islam. Dan ketika itu puasa Ramadhan belum diwajibkan.
Adalah Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. [HR Al Bukhari]
Dan dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. [HR Al Bukhari No 1897]

 

Keutamaan puasa ‘Asyura di dalam Islam.

Di masa hidupnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam berpuasa di hari ‘Asyura. Kebiasaan ini bahkan sudah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dan terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Al Imam Al Bukhari (No 1902) dan Al Imam Muslim (No 1132) meriwayatkan di dalam shahih mereka dari Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَومَ فَضْلِهِ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا اليَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ وَهذَا الشَّهْرُ يَعْنِي شَهْرُ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah mendapati Rasulullah menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan”.
Hal ini menandakan akan keutamaan besar yang terkandung pada puasa di hari ini. Oleh karena itu ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam ditanya pada satu kesempatan tentang puasa yang paling afdhal setelah Ramadhan, beliau menjawab bulan Allah Muharram. Dan Al Imam Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ. وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةَ، صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”.
Dan puasa ‘Asyura menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Al Imam Abu Daud meriwayatkan di dalam Sunan-nya dari Abu Qatadah Radhiallahu’anhu
وَصَوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ إنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَنَة َالتِيْ قَبْلَهُ
“Dan puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu”.

Hukum Puasa ‘Asyura

Sebagian ulama salaf menganggap puasa ‘Asyura hukumnya wajib akan tetapi hadits ‘Aisyah di atas menegaskan bahwa kewajibannya telah dihapus dan menjadi ibadah yang mustahab (sunnah). Dan Al Imam Ibnu Abdilbarr menukil ijma’ ulama bahwa hukumnya adalah mustahab.

Waktu Pelaksanaan Puasa ‘Asyura

Jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari ‘Asyura adalah hari ke-10 di bulan Muharram. Di antara mereka adalah Said bin Musayyib, Al Hasan Al Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan yang lainnya. Dan dikalangan ulama kontemporer seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. Pada hari inilah Rasullah Shallallahu’alaihi wasallam semasa hidupnya melaksanakan puasa ‘Asyura. Dan kurang lebih setahun sebelum wafatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ
“Jikalau masih ada umurku tahun depan, aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”
Para ulama berpendapat perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , “…aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”, mengandung kemungkinan beliau ingin memindahkan puasa tanggal 10 ke tanggal 9 Muharram dan beliau ingin menggabungkan keduanya dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura. Tapi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ternyata wafat sebelum itu maka yang paling selamat adalah puasa pada kedua hari tersebut sekaligus, tanggal 9 dan 10 Muharram.

Dan Al Imam Asy-Syaukani dan Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan puasa ‘Asyura ada tiga tingkatan. Yang pertama puasa di hari ke 10 saja, tingkatan kedua puasa di hari ke 9 dan ke 10 dan tingkatan ketiga puasa di hari 9,10 dan 11.


Keuatamaan Berpuasa ‘Asyura

Puasa pada hari 'Asyura sudah dikenal sejak zaman jahiliyah sebelum diutusnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh 'Aisyah, "Sesungguhnya orang-orang jahiliyah dahulu berpuasa pada hari itu."

Al-Qurthubi berkata, "Kemungkinan kaum Quraisy menyandarkan amalan puasa mereka kepada syari'at orang-orang sebelum mereka, seperti syari'at Nabi Ibrahim."

Demikian pula saat di Makkah, sebelum hijrah ke Madinah, beliau Shallallaahu berpuasa pada hari tersebut. Dan ketika beliau hijrah ke Madinah dan mendapati orang-orang Yahudi merayakannya beliaupun bertanya kepada mereka tentang sebabnya, kemudian mereka menjawab sebagaimana yang tersebut di dalam hadits, "Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka berpuasalah Musa 'alaihis salam."(HR. al-Bukhari, no. 1865)

Oleh karenanya beliau memerintahkan para sahabat untuk menyelisihi mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari, bahwa Nabi bersabda, ".......Berpuasalah kalian pada hari tersebut."(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Diperintahkannya puasa ‘Asyura karena didalamnya terkandung sekian keutamaan, sebagaimana yang telah dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa du bulan Allah al-Muharram." (HR. Muslim, no. 1982)

Dalam riwayat yang lain, disebutkan bahwa beliau ditanya tentang puasa di hari 'Asyura, maka beliau menjawab, "Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin." (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Baihaqi dan Abdur Razaq)

Imam an-Nawawiy berkata, “Puasa hari ‘Asyura dapat menghapuskan seluruh dosa-dosa kecil selain dosa-dosa besar dan sebagai kafarrah dosa satu tahun.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz. 6)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Dihapuskan dosa-dosa dengan thaharah, shalat, puasa di bulan Ramadhan, puasa hari ‘Arafah, dan puasa hari ‘Asyura, semuanya untuk dosa-dosa yang kecil.”(Lihat. Al-Fatawa al-Kubra, juz. 5)

Ibnu Abbas berkata, "Tidak pernah aku melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam begitu bersemangat perpuasa di hari yang beliau utamakan dibandingkan hari yang lain kecuali hari ini, yakni hari 'Asyura, dan bulan ini, yakni bulan Ramadhan." (HR. al-Bukhari, no. 1867)

Disukai puasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan Tasu’a (9 Muharram) untuk menyelisi orang-orang Yahudi dan Nashrani.

Ibnu Abbas berkata, “Ketika Rasulullah berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para shahabat untuk berpuasa, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari tersebut diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani," maka Rasulullah bersabda, “Maka apabila datang tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari ke sembilan.” Ibnu Abbas berkata, “Tidaklah datang tahun berikutnya sampai Rasulullah wafat.”(HR. Muslim, no. 1916)

Berkaitan dengan puasa 'Asyura secara khusus, maka ada beberapa cara dalam pelaksanaannya, di antaranya:

1. Berpuasa selama tiga hari, 9, 10 dan 11 Muharram.

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas, "Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan sehari setelahnya."

Ibnu Hajar di dalam Fath al-Baari, 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut adalah Imam asy-Syaukani (Nail al-Authar, 4/245)

Namun maryolitas ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan untuk lebih hati-hati. Sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni dari pendapat Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini pada saat timbul kerancuan dalam menentukan awal bulan.

2. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.

Maryolitas hadits menunjukkan cara seperti ini, sebagaimana yang telah tersampaikan di atas.

3. Berpuasa dua hari, yaitu pada tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram.

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas, "Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum atau sehari setelahnya."(Hadits shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma'tsurah, asy-Syafi'i, no. 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar, 1/218).

Ibnu Rajab berkata, "Dalam sebagian riwayat disebutakan "atau sesudahnya", maka kata "atau" di sini mungkin merupakan keraguan rawi atau memang menunjukkan kebolehan..."(Lihat, Lathaiful Ma'arif, hal. 49)

Ar-Rafi' berkata, "Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11 Muharram." (Lihat, at-Talhish al-Habir, 2/213)

4. Berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja.

Al-Hafidz berkata, "Puasa 'Asyura mempunyai tiga tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan di atasnya ditambah puasa tanggal 9 dan tingkatan berikutnya ditambah puasa tanggal 9 dan 11 Muharram. Wallahu a'lam."

Khatimah
Semoga kita dapat memuliakan dan mengagungkan bulan Muharram tersebut sebagaimana Allah telah memuliakannya dengan cara mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan cara-cara yang tidak ada asal-usulnya dari syari’at sama sekali.
Wallahu ‘alamu bish shawab.

Sumber Rujukan: Puasa Sunnah, Hukum dan Keutamaannya, cet. Darul Haq, hal. 41-58;
Majalah as-Sunnah,03/V/1421H-2001M dan Buletin an-Nur, edisi 231,
www.alsofwah.com

Komentar

Postingan Populer